Prabu basudewa, raja Mandura duduk diatas singgasana dihadap oleh Raden Ugrasena, Raden Arya Prabu Rukma dan Patih Saragupita. Mereka sedang membicarakan keinginan Dewi Badraini, isteri Prabu Basudewa yang minta dicarikan Kidangwulung. Oleh karena itu, raja ingin pergi ke hutan Tikbrasara untuk mencari kidangwulung demi memenuhi keinginan isterinya.
Prabu Basudewa menemui Dewi Mahendra dan Dewi Badraini untuk memberi tahu rencana kepergiannya ke hutan Tikbrasara. Dengan disertai Arya Prabu Rukma, Patih Saragupita dan pengawal, Prabu Basudewa berangkat ke hutan Tikbrasar. Sedangkan Ugrasena tinggal di negara untuk menjaga keamanan istana.
Di hutan Bombawirayang, Dewi Maherah dihadap oleh Suratimantra, abdi Kepetmega Togog dan Sarawita.Mereka tengah membicarakan perihal kegelisahan Dewi Maherah karena kematian Gorawangsa dan bayi dalam kandungannya. Ia minta untuk dicarikan Waderbang Sisik Kencana (Ikan badar merah bersisik emas), pusaka kerajaan Mandura yang diperoleh sejak kelahiran Kakasrana.
Suratimantra bersama Togog kemudian minta diri kemudian menghimpun prajurit dan menuju ke negara Mandura. Terjadilah pertempuran prajurit Mandura dengan prajurit raksasa.
Begawan Abiyasa dihadap oleh Pandu, Yamawidura, Patih Kuruncana dan Dewi Kunthi. Kunthi mengajukan permohonan supaya dicarikan Kitiran Seta (Baling-baling Putih) sebagai syarat kelahiran bayi di kandungannya.
Pandu pun ditugaskan untuk mencarikannya. Pandu segera minta diri untuk mencari Kitiran Seta. Di tengah perjalanan, Pandu bertemu dengan Suratimantra yang kemudian terjadi perkelahian diantara keduanya. Akhirnya Suratimantra melarikan diri dan Pandu melanjutkan perjalannya.
Pandu datang ke Karangdhempel, disambut oleh Semar, gareng, Petruk dan Bagong. Pandu mengutarakan tujuannya darting ke Karangdhempel yakni untuk mengajak semar dan putera-puteranya mencari Kitiran Seta.
Pandu dengan disertai Punakawan kemudian berangkat. Mereka mulai memasuki hutan, namun tiba-tiba seekor harimau datang menghadang mereka. Terjadilah perkelahian antara harimau dengan Pandu. Namun harimau tersebut kemudian musnah dan menjelma menjadi Dewa Kamajaya.
Pandu menghormat, Bathara Kamajaya kemudian memberitahu bahwa Kitiran Seta dimiliki oleh Ditya Kalapisaca yang tinggal di Krendhasara. Dewa Kamajaya pun kembali ke Suralaya, Pandu dan punakawan menuju ke Krendhasara.
Prabu Basudewa, Arya Prabu dan patih Saragupita telah sampai di tengah hutan Tikbrasara. Mereka berunding bagaimana caranya untuk menghalau binatang supaya masuk ke Pagrogolan. Prajurit beramai-ramai menghalau binatang agar masuk ke Pagrogolan, termasuk Kidangwulung. Akhirnya Kidangwulung berhasil ditangkap dan dibawa pulang ke Mandura.
Utusan Dewi Maherah, Suratimantra berhasil masuk ke taman Randhugumbala di negara Mandura dan berhasil mencuri Waderbang Sisik Kencana dan dibawa pulang ke hutan Bombawirayang untuk diserahkan kepada Dewi Maherah.
Tak berapa lama, bayi yang berada dalam kandungan Dewi Maherah lahir yang kemudian diberi nama Kangsa. Bayi yang baru dilahirkan Dewi Maherah dibawa oleh Suratimantra ke Mandura agar diakui anak oleh raja Basudewa.
Di sebuah gua di hutan Krendhasara tinggalah sepasang raksasa dan raseksi bernama Ditya Pisaca dan Pisaci. Ditya Pisaci bercerita kepada Kala Pisaca, suaminya bahwa semalam ia bermimpi kehilangan sebelah matanya.
Datanglah raja Pandu yang disertai Punakawan dan mengutarakan maksud tujuan mereka kepada sepasang raksasa-raksesi tersebut yakni meminta Kitiran Seta kepada Kala Pisaca.
Namun Kala Pisaca mempertahankan Kitiran Seta. Terjadilah pertempuran antara Pandu dan Kala Pisaca. Pandu berhasil mengalahkan Kala Pisaca, Kitiran Seta pun berhasil ia dapatkan. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan rombongan Prabu Basudewa yang hendak kembali ke Mandura. Pandu pun mengutus petruk untuk membawa Kitiran Sewu untuk dibawa pulang ke Astina.
Di Astina, Begawan Abyasa, Yamawidura, Kunthi, Madrim, Puntadewa dan Bima berkumpul. Mereka menanti kedatangan Pandu. Tak lama, datanglah Petruk membawa Kitiran Seta dan member tahu bahwa raja Pandu sedang mengantar Prabu Basudewa ke Mandura.
Kunthi yang sudah hamil tua melahirkan setelah menerima Kitiran Seta. Mereka yang ada di ruangan itu gugup dan bingung, Bima kemudian membawa bayi yang baru lahir itu ke Mandura menyusul ayahnya, Pandu. Begawan Abyasa dan Petruk mengawal dari belakang.
Sementara di Mandura, Ugrasena menghadap Dewi Mahendra dan Dewi Badraini. Mereka menanti kedatangan raja Basudewa. Tak lama kemudian, datanglah Prabu Basudewa yang disertai Pandu dan Arya Prabu. Kidangwulung kemudian diserahkan kepada Dewi Badraini. Lahirlah bayi dari kandungan Dewi Badraini. Bayi tersebut perempuan dan diberi nama Sumbadra.
Bima yang membawa adiknya yang masih bayi dengan disertai Begawan Abyasa dan Petruk sampai di Mandura. Bayi tersebut kemudian diserahkan kepada ayahnya, Pandu. Pandu menerima puteri ketinganya tersebut yang kemudian diberi nama Permadi. Begawan Abyasa member nama Palguna dan Bima member nama pangglan Jlamprong.
Bayi perempuan sembadra dan bayi laki-laki Parmadi dipangku oleh raja Basudewa. Sumbadra pada paha kiri dan Parmadi pada paha kanan. Basudewa berkata, kedua bayi ditunangkan, kelak supaya hidup sebagai suami isteri dan menurunkan raja besar.
Tiba-tiba datang Suratimantra membawa bayi bernama Kangsa. Suratimantra memberi tahu, bahwa bayi itu anak Dewi Maherah. Begawan Abyasa menyuruh agar Suratimantra bersama bayi Kangsa menungu di alun-alun.
Prabu Basudewa ingat bahwa bayi itu adalah anak dari Dewi Maherah, isterinya dengan Gorawangsa. Maka diutuslah Ugrasena untuk ke alun-alun member tahu bahwa ia tidak mau menerima Kangsa sebagai putera raja.
Ugrasena datang ke alun-alun dan menyampaikan pesan rajanya, namun Suratimantra marah dan terjadi perkalahian antara keduanya. Suratimantra tidak mampu melawan Ugrasena, namun bayi Kangsa menjadi kuat dan membela Surati mantra. Tidak ada yang mampu melawan kekuatan Kangsa, hingga akhirnya Prabu Basudewa mau mengakuinya sebagai anak dan diberi tempat tinggal di Sengkapura. Suratimantra ditugaskan untuk mengasuhnya. Suratimantra memberi nama anak Dewi Maherah itu Kangsadewa.
Perajurit Bombawirayang mengira Suratimantra dan Kangsa mati di Mandura. Mereka berbondong-bondong menyerang negara Mandura. Bima yang ditugaskan melawan serangan berhasil melenyapkan musuh.
Setelah negara menjadi aman, mereka sidang di istana. Raja Basudewa cemas dan khawatir bahwa Kangsa yang sakti akan menguasai kerajaan dan mengkhawatirkan kedua putranya yang akan menjadi sasaran ambisi Kangsa.
Begawan Abyasa menyarankan agar dua putra raja disembunyikan ke Widarakandang. Raja setuju, agar kedua putranya yang bernama Kakrasana dan Narayana terhindar dari ancaman pembunuhan Kangsa, mereka berdua dititipkan kepada Nyai Sagopi dan Ki Antagopa di Widarakandhang.
ADS HERE !!!