Dikisahkan di negeri Madra, ada seorang raja bernama Prabu Aswapati yang terkenal berbudi luhur,adil, dan bijaksana. Sang raja mempunyai seorang puteri bernama Dewi Sawitri yang sangat cantik parasnya. Namun, meskipun Sawitri mempunyai paras yang elok, Prabu Aswapati selalu bermuram durja, pasalnya sang puteri yang sudah dewasa itu belum ada seorangpun yang meminangnya. Maka suatu saat sang Prabu bersabda kepada puterinya, agar ia mencari dan memilih sendiri seorang sujana yang pantas menjadi suaminya, karena hingga saat ini belum ada yang meminangnya.
Mendengar sabda ayahnya, Sawitri pun segera bersujud dan pergi meninggalkan istana untuk mencari seorang sujana yang bersedia menjadi suaminya. Dengan diiringi oleh beberapa pengawal, berangkatlah Dewi Sawitri dengan kereta kencana memasuki hutan belantara menuju tempat pertapaan para Brahmana.
Di tengah hutan tersebut, Sawitri berjumpa dengan seorang pria yang tampan. Pria itu adalah Setiawan, putera seorang Brahmanaraja yang bernama Jumatsena. Brahmanaraja dulunya adalah seorang raja di negeri Syalwa, namun kemudian ia menjadi Brahmana karena cacat buta matanya. Ia meninggalkan takhta yang telah dirampas oleh musuh. Setiawan pun dibawa ke tengah hutan pertapaan, dan ia dibesarkan disana.
Setiawan itulah yang menjadi pilihan hati Sawitri untuk dijadikan suaminya. Maka ia segera kembali ke kerajaan untuk menghadap ayahandanya dan menceritakan pengalamannya. Namun Batara Narada yang kebetulan saat itu berkunjung ke negeri Madra mengatakan, “ Wahai Raja Madra, puteri nampaknya kurang teliti memilih suami. Pria pilihannya memang lurus dan luhur budinya, namun ia mempunyai cacat yang akan menghilangkan segala kebajikannya. Cacatnya itu hanya satu, yaitu setahun lagi Setiawan akan sampai pada ajalnya.”
Mendengar sabda batara Narada, maka raja Aswapati segera memerintahkan Dewi Sawitri untuk memilih orang lain untuk dijadikan suami puterinya tersebut. Namun Dewi Sawitri menolak, “ Duhai, ayahanda, sekali patik memilih, tidak akan lagi patik memilih orang lain. Karena yang diputuskan oleh hati harus diucapkan dengan suara, kemudian dinyatakan dengan perbuatan, itulah pedoman hamba.”
Melihat keteguhan hati puterinya, maka Prabu Aswapati mempersiapkan semua kebutuhan pernikahan menurut adat. Dinikahkannya Sawitri dengan Setiawan, dan sejak saat itu Sawitri diboyong ke hutan pertapaan. Sawitri aalah isteri yang patuh dan setia. Ia selalu menyenangkan suaminya dengan perkataan manis dan kebaktian serta sangat setia dengan suaminya, Setiawan. Namun mengingat apa yang disabdakan oleh Bathara narda, tubuhnya semakin hari semakin kurus.
Hari berganti hari, maka sampailah hari yang keempat sebelum Setiawan meninggal. Sawitri berjanji akan berdiri tegak selama 3 hari 3 malam. Walaupun Brahmanaraja Jumatsena telah meminta untuk mengubah janjinya namun Sawitri tetap pada pendiriannya. Tiba hari Setiawan akan menemui ajalnya, pagi-pagi Sawitri menghampiri suaminya dan berkata, “ Janganlah kakanda hari ini pergi seorang diri ke hutan karena adinda tak kuasa bercerai dengan kakanda. Perkenankanlah hamba menyertai kakanda pergi ke hutan.”
“Wahai adinda, kau belum pernah berjalan menempuh hutan selebat itu, bagaimana adinda dapat berjalan? Padahal adinda terlalu lemah akibat terus berpuasa dan bertapa.” Jawab Setiawan.
“Hamba tidak lelah oleh puasa dan apa yang telah hamba putuskan harus hamba kerjakan kanda.” Mendengar jawaban isterinya, Setiawan pun terpaksa mengabulkan permintaan Sawitri. Karena selama menjadi isterinya dan berada di pertapaan, Dewi Sawitri belum pernah mengajukan sesuatu permintaan. Maka berangkatlah pasangan suami isteri tersebut ke hutan.
Dengan penuh rasa pilu, Sawitri berjalan di belakang Setiawan sambil menantikan saat yang telah ditetapkan akan suaminya. Setelah mengumpulkan buah-buahan, maka Setiawan mulai membelah kayu. Namun tiba-tiba, keluarlah peluh yang membasahi tubuhnya dan menyebabkan rasa sakit di kepalanya.
Dengan Sempoyongan Setiawan menghampiri isterinya, Dewi Sawitri sambil berkata, “ Adinda, kepala kakanda rasanya bagai ditikam lembing, kakanda tidak kuasa berdiri, biarlah kakanda tidur sejenak.” Dewi Sawitri segera duduk bersimpuh di tanah, kepala Setiawan diletakkannya di pangkuannya.
Sawitri teringat akan sabda Bathara Narada, dan sadar bahwa inilah saat ajal Setiawan telah tiba. Pada duatu saat itu, datanglah seorang yang bermahkota merah, matanya merah, seram sikapnya dan membawa sebuah jerat di tangannya. Ia adalah Bathara Yama (Yamadipati) yang bertugas untuk mencabut nyawa Setiawan.
Bathara Yama berkata, “ Hai Sawitri, suamimu hidupnya telah habis.” Bathara Yama pun berjalan dengan menjerat serta membawa nyawa Setiawan. Dewi Sawitri, dengan penuh rasa pilu mengikuti Bathara Yama. Maka bersabdalah Bathara Yama, “ Kembalilah wahai Sawitri, berbuatlah untuk merawat suamimu. Kau telah memenuhi segala kewajiban terhadap suamimu.”
"Kemana junjungan patik dibawa, ke situlah patik akan pergi. Oleh karena itu jangalah ditolak perjalanan patik” Jawab Sawitri.
Mendengar jawaban Sawitri, Bathara Narada pun kemudian berkata, “ Perkataanmu sungguh tinggi artinya, oleh karena itu, sebutkan apa permintaanmu pasti akan kukabulkan, asalkan jangan meminta mayat suamimu dihidupkan kembali.”
"Kembalikan kerajaan, kekuasaan, dan kesehatan mertua patik sehingga beliau dapat melihat kembali.” Jawab Sawitri.
“Permintaanmu akan ku kabulkan, dan kembalilah kamu supaya tidak payah di jalan.” Sabda Bathara Narada. Dewi Sawitri kemudian menjawab lagi, “ Patik tidak akan payah selama berdampingan dengan suami patik, karena sekali patik bercampur dengan seorang yang berbudi, selama itulah patik akan mengabdi.”
“Perkataanmu sungguh menyenangkan, oleh karena itu mintalah sekali lagi apa yang kamu inginkan Sawitri, asal tidak minta untuk menghidupkan Setiawan kembali. “ Jawab Bathara Narada.
“ Mohon kami diberi 100 orang putera dan hidup di suatu kerajaan yang panjang punjung, pasir wukir, loh jinawi, gemah ripah, tata tentrem karta raharja.” Jawab Sawitri. Kemudian Bathara Yama bersabda, “ 100 orang putera yang gagah perkasa, bahagia sempurna akan kuberi dan sekrang kembalilah Sawitri. Kau telah berjalan terlalu jauh.”
Sawitri kemudian menjawab, “ Bagaimana patik bisa berputra 100 orang, apabila patik tidak bersuami. Tak ada gunanya patik selamat dan bahagia, jika suami patik tidak ada. Oleh karena itu, hidupkanlah Setiawan junjungan patik.”
Mendengar jawaban Sawitri, Bathara Yama kemudian bersabda, “ Baiklah, kulepas nyawa suamimu, berbahagialah engkau dengan junjungamu dan Setiawan akan kuberi usia 100 tahun.”
Setelah mengembalikan nyawa Setiawan, maka lenyaplah Bathara Yama. Sawitri kemudian kembali ke tempat suaminya berbaring. Ia dengan perlahan duduk bersimpuh dan mengangkat kepala suaminya. Tak lama kemudian, Setiawan membuka matanya. Dewi Sawitri dengan penuh rasa haru, memeluk Setiawan, suaminya yang sangat ia cintai.
Sekembalinya Sawitri dan Setiawan ke pertapaan, satu demi satu permintaan Sawitri dikabulkan. Prabu Jumatsena bisa melihat kembali. Mereka pun hidup bahagia dan dikarunia 100 orang putera yang gagah dan tampan.
ADS HERE !!!